BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Secara umum jika kita mempelajari
tentang hukum pidana kita sudah pasti akan berhadapan langsung dengan sejumlah
kasus yang beragam macamnya terjadi didalam masyarakat dan kehidupan keseharian
kita. Hukum Pidana sebagai hukum yang bersifat Ultimum Remidium ( jalan terakhir atau pilihan terakhir ) sudah
barang tentu memiliki konsekuensi yang lebih berat dari hukum yang lain karena
dalam hukum pidana dikenal dengan pengenaan sanksi (Straf)[1].
Sanksi yang ada di dalam tataran Hukum Pidana sangatlah beragam macam dan
bentuknya yang telah diatur dalam pasal 10 KUH pidana.
Hukum
Pidana selain memiliki beragam sanksi, juga banyak diwarnai dengan jenis pidana
itu sendiri sehingga dalam mempelajari Hukum Pidana harus dipelajari secara
holistik karena satu sama lain saling terkait.
Hukum
Pidana adalah jenis hukum yang sangat detail dalam pelaksanaannya karena dalam
setiap dakwaan dan penuntutan jaksa penuntut harus dapat menguraikan dengan
jelas cermat dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan serta harus
menyertakan atau menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan atau
lebih familiar dengan kata Locus dan
Tempus Delictinya. Tempat dan waktu ini sangat perlu dalam surat dakwaan
karena jika tidak maka dakwaannya batal demi hukum.
Untuk
menentukan Locus dan Tempus Delicti ini secara pasti tidaklah mudah
karena pada hakikatnya tindak pidana merupakan tindakan manusia, dimana untuk
melakukan tindak pidana itu sering digunakan alat yang dapat membantu orang
tersebut melakukan tindak pidana yang tentunya hal ini sesah dilacak.
Selain
itu pengaturan tentang Locus dan Tempus
ini tidaklah diatur dalam kitab Undang - Undang Hukum Pidana melainkan ajaran
ini hanya dapat di pelajari dari doktrin.[2]
Sehingga perlu pemahanan secara holistik untuk mengaitkan antara doktrin dan
hukum ;positif yang telah ada dan diatur dalan KUHP yang berlaku.
1.2 Rumusan masalah
Dari latar belakang
diatas dapat di identifikasi rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagimana
kaitan antara Locus dan Tempus delicti dalam ketentuan tindak pidana?
b. Bagaimanakah
cara menentukan Locus dan Tempus dalam suatu tindak pidana secara pasti dalam perspektif
Delik Comissionis ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Manfaat Locus dan Tempus Delicti dalam
Tindak Pidana
2.1.1 Manfaat mengetahui Locus
Delicti dalam Tindak Pidana
Persoalan
tentang tempat terjadinya tindak pidana (Locus
Delicti) tidak hanya penting dalam perspektif hukum pidana formil, akan
tetapi dalam perspektif hukum pidana pada umumnya. Secara umum kepastian
mengenai tempat terjadinya tindak pidana (Locus
Delicti) penting pula terhadap beberapa hal berikut ini :
1. Berkaitan
dengan kompetensi relatif dari pengadilan, yaitu menentukan pengadilan Negeri
mana yang berwenang mengadili tindak pidana yang terjadi di suatu tempat
tertentu. Kepastian tempat tindak pidana (Locus
Delicti) penting dan perlu diperhitungkan berhubung setiap pengadilan
memiliki wilayah yuridiksi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pengadilan
hanya dapat menangani atau mengadili kasus yang hanya berada dalam jangkauan
wilayah administratif kabupaten / kotamadya, pengadilan dapat menangani perkara
– perkara yang diajukan. Dengan demikian, dengan diketahuinya tempat terjadinya
tindak pidana (Locus Delicti) maka,
diketahui pula pengadilan mana yang berwenang mengadili terhadap tindak pidana
yang terjadi yang berada di wilayah administratifnya (kewenangan Relatif).
2. Berkaitan
dengan ruang lingkup berlakunya aturan pidana Indonesia sebagaimana yang telah
diatur dalam pasal 2 sampai dengan pasal 9 KUHP. Dalam ketentuan pasal 2 KUHP
menyatakan, “ Bahwa aturan pidana Indonesia berlaku bagi setiap orang ( bagi
warga negara Indonesia ataupun WNA) yang melakukan perbuatan pidana di
Indonesia”. Sehingga dengan di ketahuinya tempat terjadi tindakan pidana (Locus Delicti) misalkan trjadi diluar
negeri maka aturan pidana tidak berlaku bagi setiap orang kecuali yang diatur
dalam Undang – Undang. Misalnya hanya berlaku bagi warga negara Indonesia yang
melakukan tindakan tertentu saja, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 5
(1) ke – 2 KUHP yang menyatakan :
(1) Aturan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia
yang diluar indonesia melakukan :
Ke – 2 salah satu
perbuatan yang oleh suatu aturan pidana dalam perundang – undangan Indonesia
dipandang sebagai kejahatan sedangkan menurut undang – undang negara negara
dimana perbuatan dilakukan, diancam pidana.
3. Berkaitan
dengan pengecualian seprti yang dimaksudkan dalam pasal 9 KUHP. Berdasarkan
ketentuan pasal 9 KUHP telah ditentukan bahwasanya ketentuan pasal 2 – 5, 7 dan
8 berlakunya dibatasi oleh pengecualian yang telah diakui dalam hukum
international. Dengan adanya pembatasan ketentuan pasal 9 KUHP tersebut dapat diartikan apabila dalam wilayah
teritorial terjadi tindak pidana internasional, maka asas teritorial
sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 2 KUHP tidak berlaku mutlak. Sebab
meskipun tindak pidana yang terjadi berada di wilayah teritorial Indonesia
tidak diadili berdasarkan peraturan pidana Indonesia melainkan peraturan negara
lain. Hal ini disebabkan karena menurut peraturan pidana internasional setiap
negara memiliki kewenangan yang sama terhadap tindak pidana international yang
terjadi dimanapun Locus Delicti dari
kejahatan internasional tersebut.
4. Berkaitan
dengan adanya syarat, bahwa sebuah tindakan dapat dikatakan perbuatan pidana
apabila dilakukan ditempat umum, misalnya suatu tindakan pidana yang menodai
nilai - nilai kesusilaan di tempat umum seperti yang telah diatur dalam pasal
281 KUHP. Hal yang berkaitan dengan syarat ini dikatakan suatu perbuatan tindak
pidana apabila tidak sesuai tempatnya pelaksanaannya, seperti yang dicontohkan
diatas apabila dilakukan dalam tempat tertutup hal itu bukan merupakan tindak
pidana namun jika dilakukan ditempat umum meskipun dilakukan oleh pasangan
resmi secara hukum, tetap perbuatan tersebut dianggap perbuatan tindak pidana
karena dianggap menciderai nilai kesusilaan.[3]
5. sebagai salah satu syarat mutlak
sahnya surat dakwaan[4]
2.1.2 Manfaat mengetahui Tempus
Delicti dalam Tindak Pidana
Mengingat hukum pidana yang sangat komplek
dan memerluan kecermatan dalam semua aspek penyelesaiannya maka selain kita
memahami kompetensi mengenai Locus Delicti, kita sebagai warga hukum juga
dituntut untuk memahami secara keseluruhan mengenai tempat terjadinya tindak
pidana atau Tempus Delicti karena hal
ini juga sama penting berkaitan dengan :
1. Asas
legalitas yang berkenaan dengan berlakunya ketentuan pasal 1 ayat (1) dan (2)
KUHP.
Dijelaskan dalam
ketentuan pasal 1 ayat (1) KUHP bahwa “ tiada suatu perbuatan dapat dipidana
kecuali atas kekuatan peratuaran pidana dalam perundang – undangan yang telah
ada, sebelum perbuatan dilakukan”. Dalam hal ini jelas bahwa ketentuan tersebut
menyatakan dengan tegas bahwasanya Undang – Undang tidak berlaku surut (non
retroaktif) terhadap suatu tindakan yang telah dilakukan. Karena pada
hakikatnya esensi dari pasal 1 ayat (1)
tersebut adalah Lex Tempori Delicti
yang mengandung maksud bahwasanya hukum yang berlaku adalah hukum yang ada saat
perbuatan tersebut dilakukan. Jadi disinilah esensi pentingnya mengetahui waktu
terjadinya tindak pidana tersebut karena suatu tindakan dapat dipidana apabila
perbuatan terebut terlebih dahulu diatur dalam undang – undang.
2. Keterkaitan
dengan usia pelaku
(pasal 47 KUHP) dan usia korban untuk delik susila (pasal 287 ayat 2 dan pasal
290 dan 291 KUHP).
Dalam keterkaitan hal ini dengan
adanya Tempus Delicti bermaksud mengetahui apakah yang bersangkutan telah cukup
umur ataukah tidak. Semisal dalam ketentuan pasal 283 KUHP diketahui waktu
terjadinya tindak pidaa tersebut, usia dapat digunakan untuk menentukan apakah
orang ditawari, diberi atau diperlihatkan tulisan, gambar yang melanggar
kesusilaan sudah berumur tujuh belas tahun atau tidak. Maka jika belum pelaku
dapat diancam dengan pidana.
3. Keterkaitan
dalam ketentuan kadaluwarsa hak penuntutan dan hak dalam menjalankan hukuman
seperti halnya yang telah diatur dalam pasal 78 – 85 KUHP. Dalam hal ini telah
dijelaskan dalam ketentuan pasal 78 KUHP dimana untuk menentukan hapusnya hak penentutan
kerena lewatnya waktu terhadap pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan
percetakan yakni dengan ketentuan batas waktu satu tahun, perkara tersebut
harusnya telah diketahui kapan waktu terjadinya sebuah tindak pidana tersebut.
4. Berkenaan
dengan pengulangan melakukan suatu tindak pidana sebagaimana diatur dalam
ketentuan pasal 486 – 488 KUHP.
5. Berkaitan
dengan kemampuan bertanggung jawab pelaku
sesuai dengan pasal 44 KUHP, yankni apakah pada saat melakukan suatu
tindak pidana tersebut pelaku dapat di dipertanggung jawabkan apakah tidak.
6. Berkaitan
dengan kejahatan konvensional seperti halnya pencurian dengan persyaratan untuk terjadinya pencurian
dengan pemberatan pidana pada pasal 363 KUHP, apakah pencurian tersebut
dilakukan pada waktu malam atau tidak.[5]
7. Berkaitan
dengan pasal 45 KUHP. Tentang pelaku apakah telah berusia diatas 16 tahun atau
tidak, jika belum maka ada 3 kemungkinan :
a. Pengembelian
kepada orang tua, tanpa dipidana.
b. Penyerahan
kepada pemerintah, dan di bina.
c. Menjatuhi
pidana seperti orang dewasa dengan pengurangan ¼ dari pidana pokok.[6]
2.2 Ajaran Tentang Locus dan Tempus Delicti
dalam Tindak Pidana
2.2.1 Ajaran tentang tempat
terjadinya tindak pidana dalam Delik Commissionis
Terkait dengan
persoalan tempat terjadi tindak pidana (Locus
Delicti) dalam delik Comissionis yatu suatu tindak pidana yang berbuat
sesuatu yang dilarang, tedapat beberapa ajaran yakni :
a.
Teori
perbuatan materiil (de leer van de
lichamelijke daad)
Menurut
ajaran ini yang harus dianggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana (Locus Delicti) adalah tempat dimana
perbuatan itu yang dilarang dan diancam dengan pidana itu dilakukan. Tempat
dimana terjadinya tindakan materiil nya dari suatu tindakan yang bersangkutan.
Contoh
kasus :
“Pada
saat perjalan pulang menuju kota Pekalongan anisa 28 tahun didatangi oleh
seorang pria penipu di terminal purabaya Surabaya, sebut saja namanya Panji.
Dengan sedikit rayuan dan iming – iming yang ditawarkan panji kepada anis sejak
dari Surabaya akhirnya sesampainya di pekalongan seluruh harta benda hasil ia
bekerja berhasil di ambil oleh panji dan dibawa kabur”.
Dari
kasus diatas timbul permasalahan tentang dimana locus delictinya? Jika kita
mengikuti ajaran perbuatan materiil maka sudah jelas locus delicti dari
perbuatan tersebut adalah disurabaya. Namun kita tidak boleh lupa sebab akibat
yang diarang dalam tindak pidana justru terjadi ketika anis berada di
pekalongan. Dengan demikian maka dari contoh kasus diatas adalah tindakan yang
hakikatnya locus delictinya berada di Pekalongan.
Ajar
perbuatan materiil tersebut merupakan suatu ajaran yang tepat jika digunakan
untuk menentukan locus delicti ketika tindakan pidana yang terjadi adalah
tindakan pidana formil, yakni sebuah tindakan pidana pidana yang telah dianggap
terjadi/selesai setelah dilakukannya perbuatan yang dilarang tersebut. Sehingga
tidak terjadi persoalan baru dalam penyelesaiannya.
b.
Teori Akibat (de leer van het gevolg)
Ajaran
ini menyatakan bahwa yang harus dianggap menjadi locus delicti dari suatu tindak pidana adalah tempat dimana akibat
dari perbuatan itu terjadi. Teori ini tidak melihat dimana perbuatan tersebut
dilakukan, namun lebih menekankan pada dimana akibat dari perbuatan tersebut
terjadi. Teori ini lebih tepat jika digunakan untuk menentukan suatu locus
delicti dari sebuah tindakan pidana materiil. Dimana jenis pidana ini
mensyaratkan terjadinya akibat atau syarat selesainya suatu tindakan pidana.
Dalam studi kasus yang telah diberikan maka yang memenui syarat terjadinya
akibat pidananya adalah di Pekalongan.
c.
Teori Instrumental (de leer van het instrument)[7]
Menurut
teori yang dipaparkan berikut ini menjelaskan bahwasamya yang harus menjadi
atau dianggap sebagai locus delicti adalah
tempat dimana alat yang digunakan menimbulkan akibat tindak pidana.
Contoh
:
“Mirwan
mengirimkan sekotak kue beracun dari Jember kepada Mawar yang berda di Padang,
selang beberapa hari akhirnya kue kiriman Mirwan dikonsusmi oleh Mawar yang mengakibatkan
matinya Mawar yang berkediaman di Padang”.
Dari kutipan kasus diatas maka menurut ajaran
instrumental yang berkembang maka locus
delicti dari tindakan pidana tersebut adalah di Padang. Karena instrumen
yang digunakan dalam tindak pidana tersebut menyebabkan akibatnya di padang.
d.
Teori gabungan (de
leer van de meervoudige pleets)[8]
Dalam teori
ini menegaskan bahwa yang dianggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana
yaitu tempat2 dimana perbuatan tersebut secara fisik terjadi, tempat dimana
alat yang digunakan bereaksi, dan tempat dimana akibat dari tindak pidana
tersebut timbul.
Dengan berberapa ajaran diatas dapat
dijelaskan bahwa penentuan locus delicti dalam suatu tindakan dapat ditentukan sesuai
dengan kebutuhan sesuai denga ajaran yang sesuai dengan kasus yang telah
terjadi serta harus sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan Pidana Formil.
2.2.2 Ajaran tentang waktu terjadinya tindak pidana dalam Delik
Commissionis
Dalam menentukan
waktu terjadinya suatu tindak pidana dalam tindak pidana Comissionis dapat
dilihat dari beberapa ajaran seperti berikut :
1.
Teori perbuatan materiil
Menurut
ajaran ini yang harus dianggap sebagai waktu terjadinya tindak pidana (Tempus Delicti) adalah waktu dimana
perbuatan itu yang dilarang dan diancam dengan pidana itu dilakukan. Waktu
dimana terjadinya tindakan materiilnya dari suatu tindakan yang bersangkutan.
2.
Teori Akibat
Ajaran
ini menyatakan bahwa yang harus dianggap menjadi Tempus delicti dari suatu tindak pidana adalah waktu dimana akibat
dari perbuatan itu terjadi. Teori ini tidak melihat waktu perbuatan tersebut
dilakukan, namun lebih menekankan pada kapan akibat dari perbuatan tersebut
terjadi.
3.
Teori Instrumen
Menurut
teori yang dipaparkan berikut ini menjelaskan bahwasamya yang harus menjadi
atau dianggap sebagai Tempus delicti adalah
waktu dimana alat yang digunakan menimbulkan akibat tindak pidana.[9]
4.
Teori gabungan
Dalam teori
ini menegaskan bahwa yang dianggap sebagai waktu terjadinya tindak pidana yaitu
waktu dimana perbuatan tersebut secara fisik terjadi waktu kapan alat yang
digunakan bereaksi, dan waktu kapan akibat dari tindak pidana tersebut timbul.
Pada
umunnya cara penentuan antara Locus dan Tempus dalam tindak pidana yakni
menggunakan keempat teori yang telah dipaparkan sehingga dapat di ambil garis
besar dalam menggambil dan memutuskan dimana dan kapan terjadinya suatu tindak
pidana, para penegak hukum dituntut mempu menganalisis dan menggunakan teori
atau ajaran yang tepat sehingga dapat digunakan sebagai bukti yang autentik
dalam surat dakwaan dan terdakwa dapat diproses sesuai dengan ketentuan
perundang – undangan yang berlaku.[10]
2.3
Analisis kasus berdasarkan Teori Locus dan Tempus Delicti
2.3.1
kasus penganiayaan berat
Sabtu,
31 Maret 2012 14:55:25 WIB
Dibakar Api Cemburu,
Sahabat Ditusuk Sahabat
DEPOK
(Pos Kota) – Aditia, 24, warga Jalan Cisokan Kelurahan Abadijaya, Kecamatan
Sukmajaya, Depok, Jumat (30/3) malam nyaris meregang nyawa akibat ditusuk
menggunakan pisau dapur oleh temannya sendiri. Motifnya karena tersangka
cemburu pacarnya diajak pergi oleh korban.
Beruntung
nyawa korban dapat diselamatkan oleh tetangga dengan melarikan ke rumah sakit
terdekat. Sedangkan Andi Suwardi, 26, pelaku ditangkap warga saat akan
melarikan diri dari rumah korban.
Menurut
AKP Syah Johan, Kanit Reskrim Polsek Sukmajaya, pertikaian antara kedua sahabat
tersebut diduga berawal ketika korban akan membawa gadis pujaan Suwardi main ke
rumahnya.Namun hal tersebut diketahui oleh Suwardi, dan karena geram pemuda pengangguran
tersebut langsung mengambil pisau dapur dan langsung menghujaninya dengan
tusukan.
“Rumah
pelaku dengan korban bersebelahan. Karena dibakar api cemburu langsung saja
pelaku menikam korban. Untung korban melawan sehingga tidak terjadi hal yang lebih
parah,” ujarnya kepada Pos Kota di ruang kerjanya, Sabtu (31/3) pagi.
Dari
peristiwa tersebut, korban mengalami luka sayat di tangan kanan dan pipi
sebelah kanan. “Pemicu pertengkaran tersebut kalau tidak suka melihat cewek
pelaku diajak jalan dengan korban yang juga teman sekitar rumah. karena
terbakar api cemburu langsung terjadi perkelahian,”tambahnya. “pelaku dikenakan
sanksi pidana pasal 351 tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman 5 tahun
penjara.” [11]
2.3.2 Analisis kasus
tentang Locus dan Tempus Delictinya
Judul :
Dibakar Api Cemburu, Sahabat Tusuk Sahabat Kasus tentang Penganiayaan
Tempat :
Jalan Cisokan Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok
Waktu
: Jumat, 30 Maret 2012
Korban
: Aditia (24)
Pelaku
: Andi Suwardi (26)
Dalam
kasus ini, delik dilakukan di Indonesia
Tindak
pidana yang terjadi dalam kasus ini adalah Penganiayaan Berat, sehingga dapat
dikenakan pasal 354 ayat (1) KUHP
Pasal
354 ayat (1) KUHP “Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain,
diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun”.
Unsur
dari pasal ini adalah
-
Barang siapa, arti dari unsur ini adalah siapapun terkecuali dapat dikenakan
ketentuan dari pasal ini
-
Dengan sengaja, yang dimaksud adalah sang pelaku harus memenuhi willen &
wetten, yaitu mengetahui dan menghendaki dilakukannya perbuatannya yang
sedemikian rupa sebagaimana dinyatakan dalam pasal ini. Sehingga dapat
disimpulkan, karena semua unsur dalam pasal 354 ayat (1) terpenuhi, berarti pelaku
melakukan tindak pidana dengan sengaja.
-
Melukai berat orang lain, maksud dari unsur ini adalah perbuatan tersebut
mengakibatkan luka berat pada orang lain, dimana luka tersebut memang
dimaksudkan oleh pelaku. Artinya luka berat itulah yang memang dijadikan tujuan
oleh pelaku.[12]
Locus Delicti
Analisis
Locus Delicti yang dapat disimpulkan dari kasus diatas mengenai penganiayaan
berat yang dilakukan oleh Andi Swandi berdasarka empat teori yang telah diketahui
adalah sebagai berikut :
-
Berdasarkan teori perbuatan fisik, delik terjadi di Cisokan Kelurahan
Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok. Oleh karena itu menurut manfaat
kewenangan relatif pengadilan, maka yang berwenang mengadili kasus ini adalah
Pengadilan Negri Depok.
-
Berdasarkan teori bekerja alat dalam kasus, pisau yang digunakan untuk menusuk
tubuh korban, bekerja di tempat kejadian. Oleh karena itu yang berwenang
mengadili kasus ini adalah Pengadilan Negri Depok.
-
Berdasarkan teori akibat, maka akibat dari delik tersebut adalah luka parah
yang dialami korban di tempat kejadian. Kewewenangan relatif yang berwenang mengadili kasus ini adalah
Pengadilan Negri Depok.
-
Sedangkan berdasarkan ajaran De Leer van de Meervoudige Plaats, bahwa sevara
fisik delik tersebut terjadi di tempat kejadian (Depok) demikian pula alat yang
digunakan dalam delik bekerja/berfungsi di tempat kejadian (Depok), maka atas
dasar itu Pengadilan Negri Depok lah yang berwenang mengadilinya.
Tempus
Delicti
Dari
kasus diatas juga dapat ditentukan Tempus Delicti berdasarkan empat teori yang
telah diulas diawal maka yang dapat ditentukan mengenai Tempus Delicti dalam
kasus tersebut adalah sebagai berikut :
-
Berdasarkan teori perbuatan secara fisik maka waktu terjadinya delik adalah
pada saat pelaku melakukan penusukan tubuh korban dengan menggunakan pisau yang
menyebabkan luka parah, dilakukan pada hari Jumat, 30 Maret 2012.
-
Berdasarkan teori bekerjanya alat maka waktu terjadinya delik adalah pada saat
pisau di ayunkan oleh si pelaku ke tubuh korban, yaitu pada hari Jumat, 30
Maret 2012.
-
Berdasarkan teori akibat, maka waktu terjadinya delik adalah pada saat korban
mengalami luka parah akibat tusukan pisau di tubuhnya, yaitu pada hari Jumat,
30 Maret 2012
-
Berdasarkan teori waktu yang jamak, maka waktu terjadinya delik adalah pada
hari Jumat, 30 Maret 2012, karena bila dilihat dari perbuatan fisik tempus dari
kasus ini adalah Jumat, 30 Maret 2012 dan bila dilihat dari akibat yang
ditimbulkan dari perbuatan, tempusnya juga pada hari Jumat, 30 Maret 2012.
Jadi
secara keseluruhan dapat disimpulakan dari analisis diatas Locus dan Tempus
dari kasus Penganiayaan tersebut berurutan sebagai berikut :
a. Locus
delicti dari perbuatan tersebut adalah di Cisokan Kelurahan Abadijaya,
Kecamatan Sukmajaya, Depok.
b. Tempus
delicti dari perbuatan trsebut adalah pada hari Jumat, 30 Maret 2012.
2.3.4 Gadis ABG Umur 17 Tahun Pura Pura Jatuh Cinta dan Mau Diajak Kencan Kemudian Bunuh Pasangannya Karena Ingin Kuasai Sepeda Motornya
Wanita ABG,
berusia 17 tahun, ditangkap Tim Buru Sergap Polres Karawang, terlibat
pembunuhan, Beben Salehudin, 20, warga Kampung Sukajaya, Desa Anggadita, Rabu
(28/3). Dia berperan merayu dan berpura- pura mencintai korban, sehingga korban
mau diajak kencan ke lokasi wisata Danau Cipule.
Mayatnya
Beben Salehudin, ditemukan tiga hari kemudian dalam keadaan terapung dan
diganduli batu seberat 25 Kg, di Danau Cipule, Karawang, Jawa Barat. Pelaku
menceburkan korban ke danau setelah kepalanya dipukul kayu, dibacok lengan
kanannya juga tubuhnya diganduli batu.
Tim Buru
sergap Polres Karawang, selain menangkap Siti Wahyuni, 17, warga Kampung
Waringin Desa Kutapohaci, Ciampel, juga menangkap Taryat alias Sableng, 22,
warga Pasir Muncang Desa Mulyasari Ciampel, Karawang, Selasa (10/4) petang di
rumahnya masing-masing. Sedangkan satu pelaku lainnya AS, masih diburu polisi.
Kapolres
Karawang, AKBP. Arman Achdiyat, SIk, MSi, melalui Kabag Humus Polres Karawang,
AKP. Suyitno, Kamis (12/4) mengungkapkan, ketiganya membunuh korban pada Rabu
(28/3) pukul 18.30 WIB di tepi Danau Cipule. Sedangkan motif sementara ini
mereka baru mengakui hanya untuk menguasai sepeda milik korban.
Berdasarkan
hasil pemeriksaan sementara, korban (Beben) pada hari itu mau diajak kencan
oleh Siti Wahyuni, di sekitar Danau Cipule, karena korban merasa pelaku itu
adalah pacarnya. Ternyata malah bertepuk sebelah tangan, Siti ternyata sudah
merencanakan merampas motornya dibantu dua pelaku lainnya yaitu Taryat dan AS.
Taryat dan
AS alias Cepot, tidak lama kemudian tepatnya pukul 18:30, datang ke tempat
kencan korban dan Siti di tepi Danau Cipule, setekah Siti, memberitahu
keberadaannya saat itu, melalui pesan singkat (SMS) kepada kedua rekannya
tersebut.
Kedua pelaku
yang mengendarai sepeda motor sampai di lokasi (TKP), mendatangi Beben dan Siti
yang sedang duduk dekat motor di tepi danau, korban langsung dipukul AS alias
Cepot menggunakan kayu, korban dalam keadaan tak berdaya, lalu Taryat, membacok
korban menggunakan golok yang dibawanya dari rumahnya itu, tak puas hanya
dibacok tangannya oleh Taryat, lalu AS, meraih golok yang sudah diletakkan di
tanah dekat tubuh korban, kemudian dibacokkan lagi ke punggung korban.
Saat korban
tak sadarkan diri, pelaku mengikat tubuh korban menggunakan tambang plastik
yang disatukan dengan batu belah yang beratnya sekitar 25 Kg yang diambilnya
dari tepi danau, selanjutnya korban diceburkan, tenggelam ke kedalaman air
danau belasan meter, tiga hari kemudian mayatnya ditemukan warga setempat dalam
keadaan terapung .
Dari tangan
pelaku, petugas menyita barang bukti, satu sepeda motor Honda Blade, milik
pelaku, sebilah golok, dua HP, sepasang anting-anting, karung, tambang plastik
dan batang kayu yang digunakan membunuh korban. Sedangkan sepeda motor korban
diduga dibawa kabur AS.[13]
2.3.5Analisis kasus
berdasarkan locus dan tempus delicti dalam kasus pembunuhan berencana
Judul : Gadis ABG Umur 17 Tahun Pura Pura Jatuh Cinta dan Mau Diajak Kencan Kemudian Bunuh Pasangannya Karena Ingin Kuasai Sepeda Motornya
Tempat :
di Danau Cipule, Karawang, Jawa Barat.
Waktu
: Rabu, 28 Maret 2012
Jam
: 18.30 WIB
Korban
: Beben Salehudin (20)
Pelaku :
Siti Wahyuni (17), Taryat alias Sableng (22) dan As (masih buron)
Dalam
kasus ini, delik dilakukan di Indonesia
Tindak
pidana yang terjadi dalam kasus ini adalah Pembunuhan berencana, sehingga dapat
dikenakan pasal 340 KUHP
Pasal
340 KUHP “ Barang siapa sengaja dengan
rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, di ancam, karena pembunuhan
dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau selama waktu tertentu, paling
lama dua puluh tahun.
Unsur
dari pasal tersebut meliputi :
-
Barang siapa, arti dari unsur ini adalah siapapun terkecuali dapat dikenakan
ketentuan dari pasal ini
-
Sengaja dan dengan rencana, yang dimaksud adalah sang pelaku harus memenuhi
willen & wetten, yaitu mengetahui dan menghendaki dilakukannya perbuatannya
yang sedemikian rupa sebagaimana dinyatakan dalam pasal ini. Sehingga
disimpulkan, karena semua unsur dalam pasal 340 KUHP terpenuhi, berarti pelaku
melakukan tindak pidana dengan sengaja.
-
Merampas nyawa orang lain, maksud dari unsur ini adalah perbuatan tersebut
mengakibatkan matinya orang lain, dimana mati tersebut memang dimaksudkan oleh
pelaku.
Locus Delicti
Analisis
Locus Delicti yang dapat disimpulkan dari kasus pembunuhan berencana ini yang
dilakukan oleh Siti dan dua orang temannya, berdasarka empat teori yang telah
diketahui adalah sebagai berikut :
-
Berdasarkan teori perbuatan fisik, delik terjadi di Danau Cipule, Karawang,
Jawa Barat. Oleh karena itu menurut manfaat kewenangan relatif pengadilan, maka
yang berwenang mengadili kasus ini adalah Pengadilan Negri Karawang, Jawa
Barat.
-
Berdasarkan teori bekerja alat dalam kasus, balok kayu dan golok yang digunakan
untuk memukul dan membacok tubuh korban, sebagai alat bekerja di tempat
kejadian. Oleh karena itu yang berwenang mengadili kasus ini adalah Pengadilan
Negeri Karawang, Jawa Barat.
-
Berdasarkan teori akibat, maka akibat dari delik tersebut adalah matinya korban
di tempat kejadian. Kewewenangan relatif
yang berwenang mengadili kasus ini adalah Pengadilan Negri Karawang,
Jawa Barat.
-
Sedangkan berdasarkan ajaran De Leer van de Meervoudige Plaats, bahwa secara
fisik delik tersebut terjadi di tempat kejadian (di Danau Cipule, Karawang,
Jawa Barat.) demikian pula alat yang digunakan dalam delik bekerja/berfungsi di
tempat kejadian (di Danau Cipule, Karawang, Jawa Barat.), maka atas dasar itu
Pengadilan Negeri Karawang lah yang berwenang mengadilinya.
Tempus
Delicti
Dari
kasus pembunuhan berencana diatas juga dapat ditentukan Tempus Delicti
berdasarkan empat teori yang telah diulas diawal. Tempus Delicti dalam kasus
tersebut adalah sebagai berikut :
-
Berdasarkan teori perbuatan secara fisik maka waktu terjadinya delik adalah
pada saat pelaku melakukan memukul tubuh korban dengan balok kayu serta
membacok tubuh korban dengan menggunakan golok yang menyebabkan matinya korban,
dilakukan pada hari Rabu, 28 Maret 2012 pukul 18.30 WIB .
-
Berdasarkan teori bekerjanya alat maka waktu terjadinya delik adalah pada saat
balok kayu dipukulkan dan golok di bacokkan oleh si pelaku ke tubuh korban,
yaitu pada hari Rabu, 28 Maret 2012 pukul 18.30 WIB.
-
Berdasarkan teori akibat, maka waktu terjadinya delik adalah pada saat korban
mengalami pukulan dan bacokan di tubuhnya, yaitu pada hari Rabu, 28 Maret 2012
Pukul 18.30.WIB
-
Berdasarkan teori waktu yang jamak, maka waktu terjadinya delik adalah pada
hari Rabu, 28 Maret 2012 Pukul 18.30.WIB, karena bila dilihat dari perbuatan
fisik tempus dari kasus ini adalah Rabu, 28 Maret 2012 Pukul 18.30.WIB dan bila
dilihat dari akibat yang ditimbulkan dari perbuatan, tempusnya juga pada hari
Rabu, 28 Maret 2012 Pukul 18.30.WIB.
Jadi
secara keseluruhan dapat disimpulakan bahwa Locus dan Tempus dari kasus
tersebut adalah di Danau Cipule, Karawang, Jawa Barat dan terjadi pada hari
Rabu, 28 Maret 2012 Pukul 18.30.WIB.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
penjabaran diatas maka dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwasanya Locus
dan tempus delicti sangat penting keberadaannya selain berkaitan dengan
berlakunya asas legalitas dalam hukum Pidana, Locus dan Tempus Delicti juga
dapat menentukan hal lain seprti kewenangan relatif pengadilan, pertanggung
jawaban, daluwarsa dan lain sebagainya serta yang paling penting adanya Locus
dan Tempus delicti ini adalah sebagai syarat mutlak sahnya surat dakwaan. Jadi jika
kedua hal tersebut tidak dapat ditentukan atau tidak ada maka surat dakwaan
tersebut dapat dibatalkan demi hukum.
Selain itu
untuk menentukan Locus dan Tempus delicti ada empat Teori yang dapat digunaan
diantaranya :
a.
Teori
perbuatan materiil (de leer van de lichamelijke daad)
b.
Teori akibat (de leer van het
gevolg)
c.
Teori instrumen (de leer van het
instrument)
d.
Teori gabungan (de leer van de
meervoudige pleets)
Jadi, dalam menentukan dimana dan
kapan suatu tidak pidana tersebut terjadi. penegak hukum dituntut mengerti dan
memahami keempat teori ini, serta diharapkan dapat menerapkannya sesuai dengan
Delik yang sedang ditangani. Sehingga nantinya penentuan tempat dan waktu
tindak pidana tersebut terjadi dapat di benarkan atau dengan kata lain dapat
ditentukan dengan pasti.
3.2 Saran
Agar dalam menentukan Locus dan
tempus delicti dapat berjalan dengan baik, maka dalam hal ini Locus dan tempus
Delicti ini haruslah di buat aturan yang dapat digunakan sebagai patokan dan
keseragaman hukum sehingga tidak lagi penentuannya ditentukan oleh doktrin.
Dalam RUU KUHP yang baru hal ini harus diatur dengan jelas dan jika perlu tanpa
harus memerlukan penafsiran kembali.
[1] I
Gede Widhiana Suarda, Hukum Pidana
:penghapus,peringan dan pemberat pidana. Hal.8-11
[2] Tongat,
dasar – dasar pemidanaan dalam persepektif pembaharuan. Hal. 146
[3] Tongat,
dasar – dasar pemidanaan dalam persepektif pembaharuan. Hal. 147 - 148
[4] Akses
internet http://www.hukumonline.com/ akses
29 april 2012
[5] Tongat,
dasar – dasar pemidanaan dalam persepektif pembaharuan. Hal.154 – 159
[6]
Moeljatno, asas – asas hukum pidana. Hal
85 – 86
[7] Tongat,
dasar – dasar pemidanaan dalam persepektif pembaharuan. Hal.149 -150
[8] Akses
internet http://msyabanefendi.blogspot.com/2012/05/ajaran-kausalitastempus-dan-locus.htmlakses 29 april 2012
[9] Ibid hal.160 - 161
[10] Akses
internet http://msyabanefendi.blogspot.com/2012/05/ajaran-kausalitastempus-dan-locus.html akses
29 april 2012
[11]
Akses internet AKP Syah Johan http://www.poskotanews.com/2012/03/31/dibakar-api-cemburu-sahabat-ditusuk-sahabat/ akses 29 April 2012
[12]Catatan perkuliahan hukum pidana Penentuan unsur – unsur delik formal,
disampaikan oleh Ibu Laely Wulandari, S.H.,M.H. tanggal 17 Maret 2012
[13] Akses
Internet http://detektifromantika.wordpress.com/2012/04/28/abg
-17 tahun-bunuh-pasangan-kuasai-sepedamotornya/ akses
7 mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar